Kamis, 24 November 2011

14 Tip's Memperbaiki "Improve" Foto "Landscape"

Salam Hangat Bagi Seluruh Pecinta Landscape Photography...!!!
Kali ini mencoba berbagi beberapa tip's untuk mencoba improve teknik Landscape Photography. Tip's ini saya sadur dari sang "Maestro Landscape Photographer" Indonesia, siapa lagi kalo bukan "Om YADI YASIN". Tanpa ada maksud menduplikasi atau mencuri sebuah metode yang telah dikembangkan, hanya ingin sedikit berbagi tentang tip's-tip's dari "Om YY" yang telah saya coba terapkan dalam mengembangkan teknik foto Landscape Photography saya. Saya juga berharap rekan-rekan pecinta Landscape Photography lainya dapat mencoba dan mengaplikasikanya. Terimakasih banyak untuk "Om YY" atas ilmu dan petuahnya. Karya-karya anda sangat menginspirasi saya...hehe. Dalam ulasan Tip's ini sedikit saya berikan beberapa contoh hasil foto saya dari pengaplikasian tip's-tip's tersebut. Tak perlu berpanjang lebar lagi, langsung saja kita pelajari bersama. 
Enjoy Study it...

"Tip's"
1. Maksimalkan Depth Of Field (DOF)
 
Sebuah pendekatan konsep normal dari sebuah Landscape Photography adalah "Tajam dari ujung kaki sampai ke ujung horizon". Konsep dasar teori ini menyatakan bahwa sebuah foto landscape selayaknya sebanyak mungkin semua bagian foto adalah focus (tajam). Untuk mendapatkan ketajaman lebar atau dengan kata lain bidang Depth Of Focus (DOF) yang selebar-lebarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan Appareture (bukaan diafragma) yang sekecil mungkin (F number besar), misalnya F14, F16, F18, F22, dst. Tentunya semakin kecilnya appareture maka semakin lama exposure.
Karena keterbatasan lensa (yang tidak mampu mencapai F32 dan/atau F64) atau posisi spot dimana kita berdiri kurang mendukung, sebuah pendekatan lain bisa kita gunakan, yaitu teori hyper-focal. Untuk mendapatkan bidang focus yang optimal sesuai dengan scene yang kita hadapi. Inti dari jarak hyper-focal adalah meletakkan titik focus pada posisi yang tepat untuk mendapatkan bidang focus yang seluas-luasnya yang dimungkinkan sehingga akan tajam dari Foreground (FG) hingga ke Background (BG).

Beberapa contoh pengaplikasian DOF lebar dan seluas-luasnya sehingga diperoleh foto yang tajam dari FG hingga ke BG.

"Silent Morning"
Masih dengan DOF luas, pengaplikasian Appareture kecil, F11, F14, dst.

"Ratu Boko Temple"

2. Gunakan Tripod & Cable Release

Akibat dari semakin lebarnya DOF yang berakibat semakin lamanya exposure, maka dibutuhkan "Tripod" untuk long exposure untuk menjamin agar foto yang dihasilkan tetap tajam. Cable release juga akan sangat membantu untuk menghindari shake akibat hentakan mirror saat awal tangan memencet tombol shutter. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan metode self timer, sehingga goyangan tangan akibat shake bisa dihindari.

Contoh dari penggunaan Tripod & Self timer (Berhubung saya belum punya Cable Release...hehe)

"Hening"

3. Carilah Focal Point atau Titik Focus

Titik focus disisni bukanlah titik dimana focus dari kamera diletakkan, namun merupakan titik dimana mata akan pertama kali tertuju (eye contact) saat melihat foto. Hampir semua foto yang "baik" mempunyai focal  point, atau orang sering menyebutnya dengan POI (Point Of Interest). Sebenarnya justru sebuah Landscape Photography membutuhkan sebuah focal point untuk menarik mata berhenti sesaat sebelum mata mulai mengeksplore detail keseluruhan foto. Focal point tidak mesti harus menjadi POI dari sebuah foto.
Sebuah foto tanpa focal point, akan membuat mata "wandering" tanpa sempat berhenti, yang mengakibatkan kehilangan ketertarikan pada sebuah foto landscape. Sering foto seperti itu disebut datar (bland) saja. Focal point bisa berupa bangunan (yang kecil atau unik diantara dataran kosong), pohon (yang berdiri sendiri), batu (atau sekumpulan batu), orang atau binatang, atau siluet bentuk yang kontras dengan BG, dst.

Beberapa contoh pengaplikasian Focal Point. Lihatlah matahari yang terlihat pada tangan tengadah pada foto berikut ini.

"Siluet"
Apapun bisa dijadikan Focal Point, Keramba ikan misalnya...

"Keramba"
Hingga bangunan bak benteng yang kokoh dipadang tandus.

"Benteng Kokoh"

4. Carilah Foreground

Foreground bisa menjadi focal point bahkan menjadi POI (Point Of Interest) dalam foto landscape. Oleh sebab itu carilah sebuah FG yang kuat. Kadang sebuah FG yang baik menentukan "sukses" tidaknya sebuah foto landscape, terlepas dari bagaimanapun moment yang disuguhkan alam saat itu. Sebuah object atau pattern di FG bisa membuat "Sense Of Scale" dari foto landscape kita.

Berikut beberapa contoh dari pengambilan FG untuk memperkuat sebuah foto landscape. Seperti halnya pemecah ombak di pantai.

"Pemecah Ombak"
Dari batu di tepi pantai.

"Alone"
Biduk/sampan sedang berlabuh di tepi Danau.

"Biduk Berlabuh"
Hingga pepohonan kecil & rerumputan ditengah gurun.

"Hijau di Tengah Gurun"
Kapal yang sedang bersandar.

Bersandar"
Hingga Bongkahan batu yang kokoh dalm balutan BG langit "Burning Sky"

"Burning Sky"

5. Pilih Langit atau Daratan

Langit yang berwarna menggelora, apalagi pada saat sunset atau sunrise akan membuat foto kita menarik. Tapi kita tetap harus memilih apakah kita akan membuat foto kita sebagian besar terdiri dari langit meletakkan sedikit horizon dibawah, atau sebagian besar daratan dengan meletakkan horizon sedikit dibagian atas. Seberapa baguspun daratan dan langit yang kita temui/hadapi saat memotret, membagi dua sama bagian antara langit yang dramatis dan daratan yang menarik akan membuat foto landscape menjadi tidak focus, karena kedua bagian tersebut sama bagus dan menariknya.

Komposisi dengan menggunakan prinsip "Rule Of Third" akan sangat membantu. Letakkan garis horizon di 1/3 bagian atas kalau kita ingin menonjolkan FG nya, atau letakkan horizon di 1/3 bagian bawah kalau kita ingin menonjolkan langitnya.

Tentu saja hukum "Rule Of Third" bisa dilanggar, andai pelanggaran itu justru memperkuat focal point dan bukan sebaliknya. Juga tidak selalu foto yang menampilkan "Dead Centre" adalah jelek.

Beberapa contoh penggunaan hukum "Rule Of Third". Garis horizon di 1/3 bagian atas, untuk menonjolkan FG daratan.

"Sunset at Gurun"
Masih dengan garis horizon di 1/3 bagian atas, namun kali ini berkebalikan, yakni dengan 1/3 daratan dibagian atas dan menonjolkan danau/air sebagai FG.

"Keramba Ikan"
Garis horizon di 1/3 bagian bawah, untuk menonjolkan langit yang dramatis.

"Cloudy
Masih dengan garis horizon di 1/3 bagian bawah, kali ini menggabungkan sebuah arsitektur bangunan untuk memperkuat FG.

"Cloud Strome's"
Contoh pelanggaran "Rule Of Third", yakni dengan membagi dua bagian yang sama antara daratan dan langit.

"Perspektif"
Masih dengan pelanggaran "Rule Of Third".

"Senja at Sawah"
Bagaimana dengan yang ini, apakah juga termasuk dalam pelanggaran "Rule Of Third"? Jika ada tiga element sekaligus dalam satu foto, yakni daratan, laut/danau, dan langit yang terbagi dalam tiga bagian yang sama.

"Segara Anak Lake"

6. Carilah Garis/Lines/Pattern

Sebuah garis atau pattern bisa menjadi focal point yang akan mengiring mata untuk lebih jauh mengeksplore foto landscape kita. Kadang "Leading Lines" atau pattern tersebut bahkan bisa menjadi POI dari foto tersebut. Garis-garis juga bisa memberikan "Sense Of Scale" atau "Image Depth" (kedalaman ruang). Garis atau pattern bisa berupa apa saja, deretan pohon, bayangan, garis jalan, tangga, dst.

Perhatikan Tepian tebing yang menyilang diagonal dari pojok kiri atas ke bawah.

"Batas Tepian"
Pengambilan angle dari tengah lorong jalan misalnya, sehingga membentuk perspektif yang dinamis.

"Lorong"
Hingga bambu penyeberanganpun bisa dibuat garis "Pattern".

"Jalan Diagonal"
Masih dengan perspektif, kali ini garis membelah ditengah menuju horizon di BG dan garis diagonal dari kanan menuju tengah.

"Jalan Pilihan Menuju"
Pemilihan Lines yang "Nyeleneh" dan terkesan "miring" terkadang memberikan dimensi yang berbeda dan sekaligus memperkuat sebuah foto.

"Tanjakan"
Masih dengan pemilihan "Diagonal Lines". Kali ini tiang listrik yang rubuh sebagai objek utamanya yang membentuk garis diagonal dari kanan bawah menuju tengah dan sekaligus dapat dijadikan FG yang menarik.

"Diagonal Lines"

7. Capture Moment & Movement

Sebuah foto Landscape tidak berarti kita hanya menangkap (Capture) langit, bumi, gunung, laut, tapi semua element alam , baik itu diam atau bergerak seperti air terjun, aliran sungai, pohon-pohon yang diterpa angin hingga bergerak, pergerakan awan, dst. Yang kesemuanya itu dapat menjadikan sebuah foto landscape yang menarik.
Sebuah foto Landscape tidak harus menggambarkan sebuah pemandangan luas, seluas-luasnya, tapi sebuah isolasi detail, baik object yang statis maupun yang secara dinamis bergerak bisa menjadi sebuah subject dari sebuah foto Landscape.

Pergerakan aliran arus sungai merupakan object yang menarik untuk menjadikan foto Landscape lebih menarik dan terkesan dramatis. Teknik foto dengan "Slow Speed" atau sering dikenal dengan istilah "SS" akan menjadikan aliran sungai terkesan seperti kabut atau asap putih yang diam statik.

"Quiet Water Flow"
Masih dengan teknik "SS", setiap pergerakan aliran air menjadi lebih dinamis.

"Movement"

8. Bekerjasama Dengan Alam & Cuaca

Sebuah "Scene" dapat dengan cepat sekali berubah. Oleh sebab itu menentukan kapan saat terbaik untuk memotret adalah sangat penting. Kadang kesempatan mendapat "Scene" terbaik justru bukan pada saat cuaca cerah langit biru, tapi justru pada saat akan hujan atau badai atau setelah hujan atau badai, dimana langit dan awan akan sangat dramatis.
Selain kesabaran dalam "menunggu" moment, kesiapan dalam "setting" peralatan dan kejelian dalam mencari object dan Focal Point seperti awan, ROL (Ray Of Light), pelangi, kabut, dll, merupakan faktor utama yang tidak boleh dilupakan.

Moment seperti ini memang sangat langka, namun kejelian dan persiapan setting yang baik tentunya akan melengkapi kesuksesan dalam hunting foto Landscape, seperti halnya moment "ROL" sesaat mentari setelah menuju keperaduanya kala langit mendung waktu itu.

"ROL (Ray Of Light)"
"Golden moment" sesaat sebelum matahari tenggelam merupakan moment yang indah, terlebih jika didukung dengan pergerakan dan gugusan awan yang dramatis.

"Menjala"
Tak selamanya waktu yang indah untuk menunggu moment adalah ketika "Sunset" atau "Sunrise". Namun siang hari bolongpun terkadang alam menyajikan keindahanya, sepertihalnya gugusan awan yang berarak dan dibantu dengan refleksi yang indah pada sebuah danau/air.

"Cloudy Reflection"

9. Golden Hours & Blue Hours

Pada normal Colour Landscape Photography, saat terbaik biasanya adalah sekitar (sebelum) matahari terbenam (Sunset) atau setelah matahari terbit (Sunrise). 

Golden hours adalah saat, biasanya 1-2 jam sebelum matahari terbenam (Sunset) hingga 30 menit sebelum matahari terbenam, dan sejak 1-3 jam sejak matahari terbit, dimana "Golden Light" atau sinar matahari akan membuat warna keemasan pada object.

Selain itu, saat Golden Hours juga akan membuat bayangan pada obyek, baik itu pohon, atau orang menjadi panjang dan bisa menjadi "Leading Lines". Jika kita memotret pada saat Golden Hours sudah lewat, atau pada saat matahari sudah terik, biasanya hasilnya akan "Flat" atau "Harsh Light" karena matahari sudah jauh diatas. Hal ini  berlawanan dengan "IR Landscape Photography" yang tidak kenal dengan moment Golden Hours, dimana saat terbaik justru pada saat tengah teriknya matahari.

"Blue Hours" adalah beberapa saat, biasanya hingga 20-30 menit setelah matahari terbenam (Sunset), dimana matahari sudah terbenam, tapi langit belum gelap hitam pekat. Pada saat ini langit akan berwarna biru. Jadi adalah kurang tepat, bahwa pada saat matahari sudah terbenam dan langit mulai gelap (oleh mata kita), kita langsung mengemas2/beres2 Gear kita. Justru pada saat itu kita bisa mendapatkan sebuah "Scene" yang bagus dimana langit akan berwarna biru dan tidak hitam pekat. Biasanya dengan Long Exposure, awanpun (walau kalu kita lihat dengan mata telanjang sudah tidak tampak) masih akan terlihat jelas dan memberikan texture yang indah pada langit biru.

Contoh moment "Golden Hours".

"Gembala Senja"

"Awan Senja Berarak"

"Gerbang Ratu Boko"

"Rock & Coral's"
Sesaat sebelum matahari terbenam (Sunset), moment seperti ini biasanya menyuguhkan gumpalan-gumpalan awan yang sangat dramatis.

"Hijau Membiru"
Sesaat sebelum matahari terbit (Sunrise), Semburat Jingga membiru menambah dramatis langit pagi.

"Welcome Sunrise"
"Blue Hours..." 10 sampai 15 menit setelah matahari terbenam.

"Blue Hours"

10. Cek Horizon

Walaupun terkadang dengan mudah kesalahan ini dapat dikoreksi melalui "Image Editor" tapi saya masih berkeyakinan "Get it Right The First Time" akan lebih optimal.

Ada 2 hal terakhir saat sebelum kita menekan shutter:
- Apakah horizonnya sudah lurus.
- Apakah horizonnya sudah dikomposisikan dengan baik, untuk pengaplikasian "Rule Of Third".

Peraturan (Rule) terkadang dibuat untuk dilanggar, tapi jika "Scene" yang akan kita buat tidak cukup kuat elementnya, biasanya "Rule Of Third" akan sangat membantu membuat komposisi menjadi lebih baik. Memang dengan croping nantinya di software pengolah gambar, kita bisa memperbaikinya. Tapi kalau tidak dengan terpaksa, lebih baik pada saat eksekusi kita sudah menempatkan horizon pada posisi yang sebaiknya.

Contoh salah satu dari foto yang saya ambil untuk posisi horizon pada saat eksekusi, tanpa croping.

"Keramba"

"Kosong"

"Rumah Ikan"
Apapun bisa dijadikan horizon, pancaran sinar matahari pagi misalnya.

"Berjemur"

11. Ubah Sudut Pandang/Angle/View

Kadang kita terpaku dengan sudut pandang atau angle yang umum kita lakukan, atau mungkin kalau kita mengunjungi suatu tempat dan memotret dgn angle yang sama. Banyak cara untuk mendapatkan fresh point of view. Tidak selamanya "Eye-Level Angle" (posisi normal saat kita berdiri) dalam memotret itu yang terbaik. Coba dengan high-angle (kamera diangkat diatas kepala), waist-level angle, low level, dst, coba berbagai format horizontal dan/atau vertikal.

Atau mencoba mencari spot atau titik berdiri yang berbeda atau tempat yang berbeda, misalnya dari atas pohon (ada beberapa fotografer yang senang memanjat pohon untuk mendapatkan view yg berbeda, dan hasilnya memang berbeda dan unik), atau mencoba berdiri lebih ketepi jurang, atau bahkan tiduran ditanah. Tentu saja dengan lebih mengutamakan keselamatan anda sendiri sebagai faktor yang lebih utama dan menghitung resiko yang mungkin didapatkan.

Satu hal yang harus dipahami, mencoba dengan sudut pandang yang berbeda tidak selalu otomatis gambar kita akan lebih bagus atau lebih baik, tapi begitu sekali anda mendapatkan yang lebih bagus, dijamin pasti berbeda dengan yang lain. Dengan sering ber-experimen dengan berbagai angle, lama-kelamaan insting kita akan terlatih saat berada di lapangan untuk mendapatkan tidak hanya angle yang bagus, tapi juga berbeda. Jangan memotret berulang-ulang pada satu titik/spot. Cobalah untuk bergeser beberapa meter kesamping atau kedepan, atau bahkan berjalan jauh. Juga sesekali coba untuk menoleh kebelakang untuk melihat, kadang bisa mendapatkan angle yang menarik dan berbeda. 3-5 exposure/jepretan pada satu titik dan "move on, change spot, change orientation (landscape ---> portrait), look back, change lenses".

Terutama jika kita sering travelling, baik itu ke tempat yang sudah umum atau ke tempat yang jarang di kunjungi fotografer. Ada kalanya kita ada pada suatu spot dimana foto dari lokasi itu sudah merupakan lokasi "sejuta umat" dimana ratusan bahkan ribuan fotografer pernah memotret di spot yg sama dan menghasilkan foto yang mirip atau beda-beda tipis. Gunakan foto-foto yang sering anda lihat tersebut sebagai referensi, pelajari dan aplikasikan tekniknya dan coba menemukan sesuatu yang berbeda. Make a difference...

Relakan sebentar untuk tiduran di gurun pasir demi sebuah angle, meski pasir sangat riskan masuk di "Gear" kamera kita baik itu lensa maupun body.


"Irama Pasir Berbisik"
Jongkok lalu telungkup sejenak disela-sela sebuah gang atau lorong jalan demi mendapatkan perspektif dan Lines yang simetris.

"Lorong"

12. Pergunakan Peralatan Bantu

Penggunaan beberapa peralatan bantu dibawah akan sangat membantu untuk mendapatkan foto landscape yang lebih baik.
- Circural Polarizer filter (CPL)
- Neutral Density filter (ND)
- Gradual Neutral Density filter (GND)

- Gradual color filter
- Gradual Sunset, Tobaco, dll
 
Memang dengan semakin mudahnya penggunaan software dan semakin canggihnya feature software pengolah gambar untuk memperbaiki/koreksi kesalahan pada saat eksekusi yang bisa mengatasi kesalahan exposure atau kemiringan horizon, penggunaan alat-alat tersebut diatas kadang terasa kurang diperlukan, tapi umumnya "Get it Right The First Time" akan bisa menghasilkan foto yang lebih baik dan natural, dibandingkan kalau foto itu harus dipermak habis-habisan nanti hanya agar bisa tampak "baik". Jika sudah melakukan segalanya dengan baik dan benar, akan lebih terbuka luas lagi kemungkinannya untuk mengolahnya dgn lebih sempurna nantinya. 

Contoh penggunaan "CPL Filter"

"My Sweet Home"

"Plaosan Temple"
Contoh Penggunaan "Gradual Neutral Density (GND) Filter". Filter ini biasanya digunakan untuk beda Exposure antara "Daratan (FG)" dan "Langit" misalnya.

"Segara Anak"
Terkadang pemasangan filter bisa di "Double" sekaligus atau bahkan mungkin dengan menumpuk lebih dari 2 filter. Seperti halnya contoh dibawah ini adalah hasil dari penggabungan antara dua filter yakni "CPL Filter" dan "Gradual ND Filter"

"Temple"
Contoh penggabungan 3 filter sekaligus, yakni "CPL Filter", "Gradual ND Filter" dan "Gradual Sunset Filter".

"Senja at Keramba"

13. Lensa yang Dipergunakan

Kadang sering ada asumsi bahwa sebuah foto landscape itu harus menggunakan lensa yang selebar mungkin (Super Wide). Tapi dalam membuat sebuah foto landscape, semua lensa dapat dipergunakan, dari lensa "Super wide" (10mm, 12mm, 14mm, 16mm, dst), "Wide" (20mm - 35m), "Medium" (50mm - 85mm), hingga "Tele/super tele" (100mm - 600mm). Semua "range" lensa bisa dan dapat dipergunakan. Semua itu tergantung atas kebutuhan dan "scene" yang kita hadapi. Lensa wide/super wide kadang dibutuhkan jika kita ingin merangkum sebuah scene seluas-luasnya dengan memasukan object yang banyak atau yang berjauhan atau ingin mendapatkan perspektif yg unik.Tapi kadang sebuah tele bisa digunakan untuk mengisolasi scene sehingga lebih un-cluttered, simple dan focus.

Jika tiba pada suatu lokasi/spot, usahakan mencoba dengan semua lensa yang anda bawa. Jangan terpaku pada satu lensa dan memotret berulang-ulang. Kadang diperlukan kejelian, untuk melihat dan mencari suatu bentuk unik atau pattern dari luasnya sebuah scene landscape, sehingga kita dapat meng-isolasi dengan menggunakan lensa yang tepat. Hanya dengan sering memotret dan menghadapi berbagai scene di berbagai kondisi yang dapat mengasah insting kita, baik itu object apa yang harus dicari ataupun lensa apa yg harus dipergunakan.

Penggunaan lensa yg tidak standard seperti "fish-eye" (baik itu yang diagonal maupun yang full-circular) bisa juga mendapatkan view yang menarik, tentu dengan pengunaan pada saat yang tepat. Tidak selalu penggunaan fish-eye menghasilkan foto yang "bagus" walau memang berbeda.

Contoh penggunaan "Medium Lens" pada focal lenght 55mm.

"Vertical Limit"
Contoh penggunaan "Tele Lens" pada focal lenght 200mm.

"Bromo from Pananjakan"
Contoh penggunaan "Fish-eye Lens".

"Elips Distortion"

14. Persiapkan Diri & Peralatan

Walau ini tidak berhubungan langsung, tapi kadang sangat menentukan. Sering kali kita membutuhkan research atau tanya dulu kiri kanan, baik itu dengan googling atau bertanya dengan fotografer yang sudah pernah kesana ke satu lokasi sebelumnya, terutama jika mengunjungi tempat yang berbeda jauh iklim maupun cuacanya, krarena itu akan menentukan kesiapan kita baik fisik maupun peralatan yang harus dibawa, baik itu peralatan fotografi maupun peralatan penunjang.

Cek ulang dan test semua camera dan lensa yang akan dibawa. Akan lebih baik kalau semua perlataan yang akan dibawa dalam keadaan bersih, baik itu lensanya, filter-filter maupun kamera (sensor) nya.

Membawa semua lensa yang kita punya kadang tidak bijaksana. Mungkin suatu trip hanya membutuhkan satu atau dua lensa saja, atau justru membutuhkan lebih drari itu karena kita sudah mempunyai gambaran atau informasi atau trip tersebut merupakan pengulangan trip yang sudah pernah dilakukan.

Mengetahui alam dan lingkungan dan adat (jika ada penduduknya) dari lokasi pemotretan juga akan sangat membantu. Bahkan kadang dengan membawa peta (atau mungkin GPS) akan membantu kita menemukan suatu tempat atau spot, khususnya bila kita hunting di daerah yang tidak diketahui atau lokasi yang kita tidak hafal.

Kesiapan diri dan peralatan akan menentukan apakah photo trip kita berhasil atau tidak.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah melindung seluruh peralatan yang kita bawa selama photo trip/hunting, baik itu hanya day-trip, over night trip atau trip berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Sebelum berangkat, pastikan anda memilki check-list perlaatan apa saja yg anda bawa. Catat juga semua model dan serial numbernya.